Judul : PSIKOLOGI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
link : PSIKOLOGI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
PSIKOLOGI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
A.Psikologi Pendidkan
Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Muhibbin Syah (2002) bahwa psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin ilmu psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Dari beberapa definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah salah satu ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia di dunia pendidikan yang meliputi studi sistematis tentang proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Prilaku yang dimaksud di sini bisa terkait dengan prilaku pendidik ataupun prilaku peserta didiknya.
Dari definisi di atas kita bisa mengetahui bahwa dalam dunia pendidikan untuk mencapai pendidikan yang maksimal dan efektif bukan hanya terkait pembahasan kurikulum belaka, namun juga permasalahan psikologis peserta didik dan model pengajaran pendidiknya juga harus tetap diperhatikan. Oleh karena itu, psikologi pendidikan menjadi penting untuk dipelajari oleh setiap pendidik ataupun calon pendidik
Psikologi pendidikan berkaitan dengan pengkajian atau studi tentang proses belajar manusia yang terjadi di dalam lingkungan pendidikan yang mencakup efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pembelajaran dan psikologi persekolahan yang mengkaji bagaimana mengatur dan menata organisasi persekolahan dalam suatu sistem pendidikan.
Psikologi pendidikan di sekolah berusaha memecahkan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Pengaruh bawaan dan pengaruh lingkungan belajar
2. Teori dan proses belajar
3. Hubungan antara kematangan dan kesiapan belajar
4. Individual difference dan pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar
5. Perubahan batiniah yang terjadi selama belajar
6. Hubungan teknik mengajar dengan hasil belajar
7. Teknik evaluasi yang efektif atas kemajuan yang dicapai anak didik
8. Perbandingan hasil pendidikan formal dan informal atas individu
9. Nilai sikap ilmiah yang dimiliki para pendidik
10. Pengaruh sikap sosial anak didik terhadap pendidikan yang diterima.
B. Pendidkan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini (PAUD) yang baik dan tepat dibutuhkan anak untuk menghadapi masa depan, begitulah pesan yang disampaikan Profesor Sandralyn Byrnes, Australia's & International Teacher of the Year saat seminar kecil di acara Giggle Playgroup Day 2011, gelaran Miniapolis & Giggle Management, Jumat, 11 Februari 2011 lalu.
Menurut Byrnes, PAUD akan memberikan persiapan anak menghadapi masa-masa ke depannya, yang paling dekat adalah menghadapi masa sekolah. "Saat ini, beberapa taman kanak-kanak sudah meminta anak murid yang mau mendaftar di sana sudah bisa membaca dan berhitung. Di masa TK pun sudah mulai diajarkan kemampuan bersosialisasi dan problem solving. Karena kemampuan-kemampuan itu sudah bisa dibentuk sejak usia dini," jelas Byrnes.
Di lembaga pendidikan anak usia dini, anak-anak sudah diajarkan dasar-dasar cara belajar. "Tentunya di usia dini, mereka akan belajar pondasi-pondasinya. Mereka diajarkan dengan cara yang mereka ketahui, yakni lewat bermain. Tetapi bukan sekadar bermain, tetapi bermain yang diarahkan. Lewat bermain yang diarahkan, mereka bisa belajar banyak; cara bersosialisasi, problem solving, negosiasi, manajemen waktu, resolusi konflik, berada dalam grup besar/kecil, kewajiban sosial, serta 1-3 bahasa."
Karena lewat bermain, anak tidak merasa dipaksa untuk belajar. Saat bermain, otak anak berada dalam keadaan yang tenang. Saat tenang itu, pendidikan pun bisa masuk dan tertanam. "Tentunya cara bermain pun tidak bisa asal, harus yang diarahkan dan ini butuh tenaga yang memiliki kemampuan dan cara mengajarkan yang tepat. Kelas harusnya berisi kesenangan, antusiasme, dan rasa penasaran. Bukan menjadi ajang tarik-ulur kekuatan antara murid-guru. Seharusnya terbangun sikap anak yang semangat untuk belajar," jelas Byrnes.
Contoh, bermain peran sebagai pemadam kebakaran, anak tidak akan mendapat apa-apa jika ia hanya disuruh mengenakan busana dan berlarian membawa selang. Tetapi, guru yang mengerti harus bisa mengajak anak menggunakan otaknya saat si anak berperan sebagai pemadam kebakaran, "Apa yang digunakan oleh pemadam kebakaran, Nak? Bagaimana suara truk pemadam kebakaran yang benar? Apa yang dilakukan pemadam kebakaran? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu akan ditanyakan untuk memancing daya pikir si anak," contoh Byrnes.
Selama 7 tahun meneliti pendidikan anak usia dini di Indonesia, Byrnes juga menemukan sebagian orangtua memiliki konsep bahwa anak-anak di usia itu sudah bisa berpikir. "Anak-anak usia dini belum bisa berpikir dengan sempurna seperti orang dewasa. Anak-anak usia tersebut harus dipandu cara berpikir secara besar, cara mencerna, dan berdaya nalar. Sayangnya, beberapa lembaga pendidikan anak usia dini di Indonesia belum mengajarkan mengenaimultiple intelligences. Ini kembali ke perkembangan latar belakang ahli didiknya," ungkap Byrnes.
Apa perbedaan anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan usia dini berkualitas dengan anak-anak yang tidak belajar? "Di lembaga pendidikan anak usia dini yang bagus, anak-anak akan belajar menjadi pribadi yang mandiri, kuat bersosialisasi, percaya diri, punya rasa ingin tahu yang besar, bisa mengambil ide, mengembangkan ide, pergi ke sekolah lain dan siap belajar, cepat beradaptasi, dan semangat untuk belajar. Sementara, anak yang tidak mendapat pendidikan cukup di usia dini, akan lamban menerima sesuatu," terang Byrnes yang pernah mendapat gelar Woman of the Year dari Vitasoy di Australia. "Anak yang tidak mendapat pendidikan usia dini yang tepat, akan seperti mobil yang tidak bensinnya tiris. Anak-anak yang berpendidikan usia dini tepat memiliki bensin penuh, mesinnya akan langsung jalan begitu ia ada di tempat baru. Sementara anak yang tidak berpendidikan usia dini akan kesulitan memulai mesinnya, jadi lamban. Menurut saya, pendidikan anak sudah bisa dimulai sejak ia 18 bulan," tutup Byrnes.
C. Tahap-Tahap Perkembangan Pada Anak Usia Dini
1. Level Pertama (0 – 1 tahun)
Anak picky eater (pemilah dalam makan)? sulit menangkap bola? Takut bermain ayunan atau perosotan? Yuk kita periksa proses sensori integrasi di level pertama.
Level pertama terjadi saat anak berusia 0-1 tahun. Tiga hal penting yang terbentuk adalah taktil, integrasi vestibular dan proprioreseptif, dan gravitationalsecurity.Tactile memberikan rasa aman dan nyaman terhadap apa yang anak menyentuh dan ketika disentuh, ini bahkan berpengaruh pada kenyamanannya bersosialisasikelak.Awaldaritactileadalahkelekatanibudananak.Menyusuidanmenggendong anak adalah stimulasi yang baik bagi si kecil. Dengan menyusui, bayi akan menerima informasi suhu tubuh dan tekstur kulit ibu serta tekanan yang ia rasakan. Ini menjelaskan kenapa bayi hanya benar-benar bisa tenang saat ia berada di dekat ibunya, karena suhu, tekstur, dan tekanan ibulah yang familiar dengannya. Anak yang picky eater biasanya punya masalah pada saat menghisap, dan ini akan terdeteksi ketika anak menyusui.
Bila hisapannya lemah, otot kunyahnya juga tidak bekerja baik sehingga kesulitanmemakan makanan yang dengan tekstur tertentu. Gravitational security juga terbentuk di level pertama. Pernah dengar larangan menggendong dan mengayun-ayun bayi? Sebaiknya anda abaikan karena apabila bayi digendong dan diayun maka itu berarti ia mendapat informasi yang lebih banyak tentang arah dan merasakan gravitasi, dan karena ia merasa tetap nyaman dalam gendongan, iapun merasa aman dengan gaya gravitasi. Tak heran kalau nanti di usia 3-4 tahun ia akan dengan yakin melompat, berayun, dan meluncur. Stimulasi yang ia terima jauh lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang lebih banyak didiamkan saja diranjang atau stroller. Salah satu integrasi vestibular dan proprioreseptif yang penting di level ini adalah kontrol gerakan mata. Mainan yang digantung di atas ranjang bayi bisa berpengaruh pada perkembangan vestibular si kecil. Hindari mainan yang berputar, pilih mainan yang bergerak kanan-kiri atau depan belakang karena gerakan ini yang ia butuhkan untuk menstimulasi system vestibularnya, gerak otot matapun akan terlatih dengan baik dan inilah pondasi untuknya saat belajar menbaca kelak.Yang ia butuhkan adalah sesuatu yang bergerak sederhana, kanan-kiri, depan-belakang, atas bawah. Gerakan berputar, apalagi layar televisi yang bergerak sangat cepat terlalu kompleks dan malah membuat gerak otot matanya tidak berkembang dengan baik.
2 Level Kedua(1-2Tahun)
Anak pendiam? Hiperaktif? Enggan mencoba hal baru? Tidak tertarik dengan mainan atau permainan yang baru? Yuk, kita cek perkembangan sensori integrasinya di level ini.
Anak usia 1-2 tahun mulai tertarik pada benda-benda di luar dirinya. Dia mulai suka mencopot , memasang, membuka, menutup, mencari tahu bagaimana sesuatu bekerja. Misalnya saja saat ia melihat botol berisi air, dia mungkin akan mencoba membukanya dengan memukul-mukul, membanting, menggigit, dan seterusnya.
Fungsi taktil,vestibular,dan proprioreseptif sebagai dasar kestabilan emosi berkembang pada level ini. Sangat penting untuk membiarkannya mencoba banyak hal sehingga pengalamannya semakin banyak. Bila anak banyak dibatasi, dua perilaku akan mungkin terbentuk saat ia tumbuh : Pendiam atau hiperaktif. Mungkin dia akan tampak seperti pendiam, menarik diri, saat berhadapan dengan lingkungan yang baru. Perilaku ini muncul karena sedikitnya pengalaman membuat ia tak yakin dengan apa yang harus dilakukan. Iapun menarik diri, seolah-olah ia adalah anak yang pendiam.
Sebaliknya, bisa juga ia menjadi hiperaktif karena haus akan pengalaman. Ia tak bisa menahan dirinya untuk beralih dari satu permainan ke permainan yang lain. Tubuh kita memang secara alamiah mencari kebutuhannya yang tak terpenuhi.
Persepsi tubuh anak juga terbentuk di tahap ini. Berdasarkan pengalaman-pengalamannya, anak akan membentuk peta bagian tubuh di otak. “Data mentah”-nya adalah pengalaman sensasi dari kulit, otot, sendi, gravitasi, dan reseptor gerak. Pemetaan yang baik akan menentukan keberhasilan anak dalam melakukan motor planning, yang berguna dalam kemampuan beradaptasi dengan hal yang tidak dikenal dan belajar melakukannya secara otomatis.
Apakah anak tampak tak tertarik saat dibelikan mainan baru? Enggan mencoba atau menunggu dulu dicontohkan oleh orangtuanya? Apakah anak selalu harus diberi petunjuk ketika memasuki lingkungan yang baru? Tidak berani berinisiatif?
Coba periksa, kemungkinan anak tidak mendapat kesempatan eksplorasi di usia 1-2 tahun ini. Sering dilarang mencoba atau selalu diberi contoh. Ini menyebabkan pemetaan tubuhnya tidak terbentuk karena tidak pernah ditantang untuk mencoba, gagal, mengambil kesimpulan…ia tak terbiasa berfikir. Sedikitnya pengalaman membuat ia tak mampu merencanakan apa yang harus dilakukan saat berhadapan dengan hal baru.
3. Level Ketiga (2-5 tahun)
Level ini dijalani saat anak mulai berinteraksi dengan lingkungannya. Proses yang terjadi adalah masa perkembangan bicara dan bahasa, pembentukan persepsi visual, penguasaan tingkat persepsi yang lebih tinggi, merasakan benda melalui menyentuh, memegang, dan menggerakkannya, serta masa berkembangnya koordinasi mata-tangan.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam perkembangan bicara dan bahasa adalah, kemampuan bicara dan berbahasa tidak terjadi begitu saja. Sebelum mengerti kata, anak harus mampu memperhatikan orang yang berbicara. Sistem vestibular yang berkembang dengan baik di level sebelumnya membantu anak untuk memproses apa yang ia dengar dan lihat dengan tepat.
Banyaknya pengalaman di level sebelumnya akan menjadi bank data dalam membentuk persepsi visual. Anak di usia ini sudah mengenali apa yang ia lihat, apa yang harus dia lakukan dengan objek yang ia lihat, dan apabila melihat benda yang baru, berdasarkan pengalamannya ia akan percaya diri akan apa yang bias dilakukan terhadapnya.Sebagai perkembangan selanjutnya, ia mulai menguasai tingkat persepsi yang lebih tinggi. Tak hanya melihat benda, ia juga melihat hubungannya terhadap benda lain dan latar. Contohnya : ia melihat bola, lapangan, dan gawang…iapun berlari mengarahkan bola untuk dimasukkan ke gawang. Kali lain ia melihat bola yang sama, tapi tidak ada gawang, yang ada botol botol berjajar, ia tidak akan menendangnya tapi menggelindingkan bole ke arah botol.
Untuk belajar, anak usia ini harus merasakan langsung. Misalnya, untuk mengenal berat sebuah benda, ia akan menyentuh, memegang, dan menggerakkannya. Semakin banyak informasi yang masuk melalui indera akan menambah bank data pengalaman di otaknya sehingga membuatnya semakin percaya diri saat bertemu dengan benda-benda yang baru.Apabila anak terlalu banyak berinteraksi dengan gadget berlayar (HP, tablet, laptop), kesempatannya untuk mendapat banyak informasi melalui indera akan sangat sedikit. Ia hanya menonton orang yang menari, tapi tidak merasakan tubuhnya yang bergerak, perubahan gerak udara, perubahan tekanan pada otot. Tidak ada data yang masuk ke otak, tidak ada yang diintegrasikan sehingga pengalaman mereka sangat sedikit. Keasyikan menonton juga mengurangi pengalaman sosialisasi dan berbahasa. Level ini juga merupakan masa penting bagi koordinasi mata dan tangan. Di usia yang muda, tangan dan jari akan berusaha meraih atau mencoba melakukan hal yang dilihat oleh mata. Semakin berkembangnya koordinasi mata dan tangan akan membuatnya siap untuk kegiatan yang lebih kompleks seperti merakit dan menulis.
4.Level Keempat (5-7 tahun)
Level ini tercapai saat anak masuk SD. Ia akan lebih spesifik dalam menggunakan satu sisi tubuh, lebih jelas bagian tubuh sebelah mana yang dominan ia gunakan. Akhirnya, setelah proses sensori integrasi yang panjang dari pengalaman yang banyak, harga diri anak, kontrol diri dan kepercayaan diri akan terbentuk. IA akan bersikap tenang dan siaga saat mengikuti pelajaran di sekolah. Insyaallah tak ada lagi cerita anak yang butuh waktu lama untuk menyelesaikan tugas karena mencari barang-barang seperti pensil dan penghapus , memberi alasan alih-alih menyelesaikan tugas, ataupun masalah-masalah seperti konsentrasi dan kekuatan saat menulis.KondisiOtakSesuaiKeadaan.
Pernah menonton film Winnie the pooh? Ada sosok eeyore si keledai yang sangat lambat dan pemalu, tapi ada sosok tiger yang sangat lincah juga ada pooh. Eeyore adalah gambaran itak yang “low” karena pengalaman kurang atau malah tidak diberi pengalaman. Anak-anak seperti ini harus mulai diberi tantangan secarabertahap.Sebaliknya, sosok Tiger tepat sekali untuk menggambarkan kondisi otak yang “high”, mencari banyak stimulasi karena ia merasa kurang dan membutuhkannya, namun ia tidak bisa mengendalikannya. Alternatif terapi untuk anak seperti ini adalah dengan mengajaknya merunut dan membatasi kegiatan secara perlahan
Bagaimana dengan pooh? Pooh yang tenang dan siaga adalah kondisi optimal otak. Tapi anak-anak belum mencapai kondisi ini karena mereka terus mencari pengalaman.Bagaimanapun, anak usia 0-7 tahun kondisinya belumlah stabil, mereka butuh pengalaman sebanyak-banyaknya sehingga mereka puas bereksplorasi. Kelak saat waktunya mereka tenang dan siaga mereka telah siap, tak lagi menghindar atau mencari-cari . Merekapun akan mudah beradaptasi dengan aneka keadaan.
D. Hakekat dan Ruang Lingkup Belajar pada Pendidikan Anak Usia Dini
1.Karakteristik Cara Belajar Anak Usia Dini
Anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku. Dengan demikian dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak sama pula dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. Adapun karakterisktik cara belajar anak menurut Masitoh dkk. (2009: 6.9 – 6.12) adalah :
1. Anak belajar melalui bermain.
2. Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya.
3. Anak belajar secara alamiah.
4. Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional.
2. Karakteristik Pembelajaran untuk Anak Usia Dini
Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini, menurut Sujiono dan Sujiono (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 138), pada dasarnya adalah pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan pada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak.
Atas dasar pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pembelajaran untuk anak usia dini memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Belajar, bermain, dan bernyanyi
Pembelajaran untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi (Slamet Suyanto, 2005: 133). Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak aktif, senang, bebas memilih. Anak-anak belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan perlengkapan serta manusia. Anak belajar dengan bermain dalam suasana yang menyenangkan. Hasil belajar anak menjadi lebih baik jika kegiatan belajar dilakukan dengan teman sebayanya. Dalam belajar, anak menggunakan seluruh alat inderanya.
b.Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan mengacu pada tiga hal penting, yaitu : 1) berorientasi pada usia yang tepat, 2) berorientasi pada individu yang tepat, dan 3) berorientasi pada konteks social budaya (Masitoh dkk., 2005: 3.12).Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan harus sesuai dengan tingkat usia anak, artinya pembelajaran harus diminati, kemampuan yang diharapkan dapat dicapai, serta kegiatan belajar tersebut menantang untuk dilakukan anak di usia tersebut. Manusia merupakan makhluk individu. Perbedaan individual juga harus manjadi pertimbangan guru dalam merancang, menerapkan, mengevaluasi kegiatan, berinteraksi, dan memenuhi harapan anak.
Selain berorientasi pada usia dan individu yang tepat, pembelajaran berorientasi perkembangan harus mempertimbangkan konteks sosial budaya anak. Untuk dapat mengembangkan program pembelajaran yang bermakna, guru hendaknya melihat anak dalam konteks keluarga, masyarakat, faktor budaya yang melingkupinya.
3.Kriteria Pemilihan Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran sebagai segala usaha guru dalam menerapkan berbagai metode pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Masitoh dkk., 20056.3). Ada bermacam-macam strategi pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru Taman Kanak-kanak. Pemilihan strategi pembelajaran hendaknya mempertimbangkan beberapa faktor penting, yaitu: a. karakteristik tujuan pembelajaran, b. karakteristik anak dan cara belajarnya, c. tempat berlangsungnya kegiatan belajar, d. tema pembelajaran, serta e. pola kegiatan (Masitoh dkk., 2005: 6.3).
4. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran
a. Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada Anak
1. Pendekatan yang melandasi pembelajaran yang berpusat pada anak
Anak merupakan individu yang sedang tumbuh dan berkembang. Anak juga merupakan makhluk yang aktif. Atas dasar fakta tersebut maka dikembangkan strategi pembelajaran berdasarkan: 1) pendekatan perkembangan dan 2) pendekatan belajar aktif.
2. Karakteristik pembelajaran yang berpusat pada anak
Pembelajaran yang berpusat pada anak memiliki karakteristik sebagai berikut : (Masitoh dkk., 2005: 8.5 – 8.6).
· Prakarsa kegiatan tumbuh dari anak.
· Anak memilih bahan-bahan dan memutuskan apa yang akan dikerjakan.
· Anak mengekspresikan bahan-bahan secara aktif dengan seluruh inderanya.
· Anak menemukan sebab akibat melalui pengalaman langsung dengan objek.
· Anak mentransformasi dan menggabungkan bahan-bahan.
· Anak menggunakan otot kasarnya.
3. Sintaks pembelajaran yang berpusat pada anak
Pembelajaran yang berpusat pada anak terdiri dari 3 tahap utama, yaitu : tahap merencanakan, tahap bekerja, dan tahap review.
1) Tahap merencanakan (planning time)
Pada tahap ini guru member kesempatan kepada anak-anak untuk merencanakan kegiatan yang akan dilakukannya. Guru, misalnya, menyediakan alat-alat bermain yang terdiri dari : a) balok-balok kayu, b) model buah-buahan, c) alat-alat transportasi, d) buku-buku cerita, e) peralatan menggambar, dan f) macam-macam boneka.
2) Tahap bekerja (work time)
Setelah memilih kegiatan yang akan dilakukannya, anak kemudian dikelompokkan berdasarkan kegiatan yang dipilih. Pada tahap ini anak mulai bekerja, bermain, atau memecahkan masalah sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Guru mendampingi siswa, memberikan dkungan dan siap memberikan bimbingan jika anak membutuhkan.
3) Review / recall
Setelah anak-anak selesai melakukan aktivitasnya, mereka kemudian diberi kesempatan untuk mengungkapkan pengalamannya secara langsung. Pada tahap ini guru berusaha agar ana-anak mengungkapkan perasaannya dengan tepat.
b. Strategi Pembelajaran Melalui Bermain
1. Rasional strategi pembelajaran melalui bermain
Bermain merupakan kebutuhan anak. Bermain merupakan aktivitas yang menyatu dengan dunia anak, yang di dalamnya terkandung bermacam-macam fungsi seperti pengembangan kemampuan fisik motorik, kognitif, afektif, social, dst. Dengan bermain akan mengalami suatu proses yang menarahkan pada perkembangan kemampuan manusiawinya.
2. Sintaks pembelajaran melalui bermain
Strategi pembelajaran melalui bermain terdiri dari 3 langkah utama, yaitu: tahap prabermain, tahap bermain, dan tahap penutup.
1) Tahap prabermain
Tahap prabermain terdiri dari dua macam kegiatan persiapan : kegiatan penyiapan siswa dalam melaksanakan kegiatan bermain dan kegiatan penyiapan bahan dan peralatan yang siap untuk dipergunakan.
a) Kegiatan penyiapan siswa terdiri dari : (1) guru menyampaikan tujuan kegiatan bermain kepada para siswa, (2) guru menyampaikan aturan-aturan yang harus diikuti dalam kegiatan bermain, (3) guru menawarkan tugas kepada masing-masing anak, misalnya membuat istana, membuat, menara, dst., dan (4) guru memperjelas apa yang harus dilakukan oleh setiap anak dalam melakukan tugasnya.
b) Kegiatan penyiapan bahan dan peralatan yang diperlukan, misalnya menyiapkan bak pasir, ember, bendera kecil, dsb.
2) Tahap bermain
Tahap bermain terdiri dari rangkaian kegiatan berikut : a) semua anak menuju tempat yang sudah disediakan untuk bermain, b) dengan bimbingan guru, peserta permainan mulai melakukan tugasnya masing-masing, c) setelah kegiatan selesai setiap anak menata kembali bahan dan peralatan permainannya, dan d) anak-anak mencuci tangan.
3) Tahap penutup
Tahap penutup dari strategi pembelajaran melalui bermain terdiri dari kegiatan-kegiatan : a) menarik perhatian dan membangkitkan minat anak tentang aspek-aspek penting dalam membangun sesuatu, seperti mengulas bentuk-bentuk geometris yang dibentuk anak, dsb., b) menghubungkan pengalaman anak dalam bermain yang baru saja dilakukan dengan pengalaman lain, misalnya di rumah, c) menunjukkan aspek-aspek penting dalam bekerja secara kelompok, d) menekankan petingnya kerja sama.
c. Strategi Pembelajaran Melalui bercerita
1. Rasional strategi pembelajaran melalui bercerita
Pencapaian tujuan pendidikan Taman Kanak-kanak dapat ditempuh dengan strategi pembelajaran melalui bercerita. Masitoh dkk. (2005: 10.6) mengidentifikasi manfaat cerita bagi anak TK, yaitu sebagai berikut.
· Bagi anak TK mendengarkan cerita yang menarik dan dekat dengan lingkungannya merupakan kegiatan yang mengasyikkan.
· Guru dapat memanfaatkan kegiatan bercerita untuk menanamkan nilai-nilai positif pada anak.
· Kegiatan bercerita juga memberikan sejumlah pengetahuan social, nilai-nilai moral dan keagamaan.
· Pembelajaran dengan bercerita memberikan memberikan pengalaman belajar untuk mendengarkan.
· Dengan dengan mendengarkan cerita anak dimungkinkan untk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
· Membantu anak untuk membangun bermacam-macam peran yang mungkin dipilih anak, dan bermacam layanan jasa yang ingin disumbangkan anak kepada masyarakat.
2. Sintaks pembelajaran melalui bercerita
Strategi pembelajaran melalui bercerita terdiri dari 5 langkah. Langkah-langkah dimaksud adalah sebagai berikut.
1) Menetapkan tujuan dan tema cerita.
2) Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih, misalnya bercerita dengan membaca langsung dari buku cerita, menggunakan gambar-gambar, menggunakan papan flannel, dst.
3) Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita sesuai dengan bentuk bercerita yang dipilih.
4) Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita, yang terdiri dari: menyampaikan tujuan dan tema cerita, mengatur tempat duduk, melaksanaan kegiatan pembukaan,mengembangkan cerita,menetapkan teknik bertutur, mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita.
5) Menetapkan rancangan penilaian kegiatan bercerita
Untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran dilaksanakan penilaian dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan isi cerita untuk mengembangkan pemahaman anak aka isi cerita yang telah didengarkan.
d.Strategi Pembelajaran Melalui Bernyanyi
1.Rasional strategi pembelajaran melalui bernyanyi
Honig, dalam Masitoh dkk. (2005: 11.3) menyatakan bahwa bernyanyi memiliki banyak manfaat untuk praktik pendidikan anak dan pengembangan pribadinya secara luas karena : 1) bernyanyi bersifat menyenangkan, 2) bernyanyi dapat dipakai untuk mengatasi kecemasan, 3) bernyanyi merupakan media untuk mengekspresikan perasaan, 4) bernyanyi dapat membantu membangun rasa percaya diri anak, 5) bernyanyi dapat membantu daya ingat anak, 6) bernyanyi dapat mengembangkan rasa humor, 7) bernyanyi dapat membantu pengembangan keterampilan berpikir dan kemampuan motorik anak, dan 8) bernyanyi dapat meningkatkan keeratan dalam sebuah kelompok.
2.Sintaks pembelajaran melalui bernyanyi
Strategi pembelajaran dengan bernyanyi terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut.
1) Tahap perencanaan, terdiri dari: (a) penetapkan tujuan pembelajaran, (b) penetapan materi pembelajaran, (c) menetapkan metode dan teknik pembelajaran, dan (d) menetapkan evaluasi pembelajaran.
2) Tahap pelaksanaan, berupa pelaksanaan apa saja yang telah direncanakan, yang terdiri dari:
(a) kegiatan awal : guru memperkenalkan lagu yang akan dinyanyikan bersama dan memberi contoh bagaimana seharusnya lagu itu dinyanyikan serta memberikan arahan bagaimana bunyi tepuk tangan yang mengiringinya.
(b) Kegiatan tambahan : anak diajak mendramatisasikan lagu, misalnya lagu Dua Mata Saya, yaitu dengan melakukan gerakan menunjuk organ-organ tubuh yang ada dalam lirik lagu.
(c) Kegiatan pengembangan : guru membantu anak untuk mengenal nada tinggi dan rendah dengan alat musik, misalnya pianika.
3) Tahap penilaian, dilakukan dengan memakai pedoman observasi untuk mengetahui sejauh mana perkembangan yang telah dicapai anak secara individual maupun kelompok.
e. Strategi Pembelajaran Terpadu
1. Rasional strategi pembelajaran terpadu
Anak adalah makhluk seutuhnya, yang memiliki berbagai aspek kemampuan, yang semuanya perlu dikembangkan. Berbagai kemampuan yang dimiliki oleh anak dapat berkembang jika ada stimulasi untuk hal tersebut. Dengan pembelajaran terpadu, pembelajaran yang mengintegrasikan ke dalam semua bidang kurikulum atau bidang-bidang pengembangan, berbagai kemampuan anak yang ada pada anak diharapkan dapat berkembangan secara optimal.
2.Karakteristik strategi pembelajaran terpadu
Pembelajaran terpadu memiliki karakteristik : 1) dilakukan melalui kegiatan pengalaman langsung, 2) sesuai dengan kebutuhan dan minat anak, 3) memberikan kesempatan kepada anak untuk menggunakan semua pemikirannya, 4) menggunakan bermain sebagai wahana belajar, 5) menghargai perbedaan individu, dan 6) melibatkan orag tua atau keluarga untuk mengoptimalkan pembelajaran (Masitoh dkk., 2005: 12.10).
3.Prinsip-prinsip strategi pembelajaran terpadu
Strategi pembelajaran terpadu direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip: 1) berorientasi pada perkembangan anak, 2) berkaitan dengan pengalaman nyata anak, 3) mengintegrasikan isi dan proses belajar, 4) melibatkan penemuan aktif, 5) memadukan berbagai bidang pengembangan, 6) kegiatan belajar bervariasi, 7) memiliki potensi untuk dilaksanakan melalui proyek oleh anak, 8) waktu pelaksanaan fleksibel, 9) melibatkan anggota keluarga anak, 10) tema dapat diperluas, dan 11) direvisi sesuai dengan minat dan pemahaman yang ditunjukkan anak (Masitoh dkk., 2005: 12.10).
4.Manfaat strategi pembelajaran terpadu
Ada beberapa manfaat dari strategi pembelajaran terpadu, yaitu: 1) meningkatkan perkembangan konsep anak, 2) memungkinkan anak untuk mengeksplorasi pengetahuan melalui berbagai kegiatan, 3) membantu guru dan praktisi lainnya untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya, dan 4) dapat dilaksanakan pada jenjang program yang berbeda, utnuk semua tingkat usia, dan untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
5.Tahap pembelajaran terpadu
Prosedur pelaksanaan pembelajaran terpadu terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (Masitoh dkk., 2005: 12.19 – 12.20).
1) Memilih tema
Pemilihan tema untuk pembelajaran terpadu dapat bersumber dari: (a) minat anak, (b) peristiwa khusus, (c) kejadian yang tidak diduga, (d) materi yang dimandatkan oleh lembaga, dan (e) orang tua dan guru.
Ada beberapa kriteria untuk pemilihan tema, yaitu: (a) relevansi topik dengan karakteristik anak, (b) pengalaman langsung, (c) keragaman dan keseimbangan dalam area kurikulum, (d) ketersediaan alat-alat, dan (e) potensi proyek.
2) Penjabaran tema
Tema yang sudah diplih harus dijabarkan ke dalam sub tema-sub tema dakan konsep-konsep yang didalamnya terkandung istilah (term), fakta (fact), dan prinsip (principle), kemudian dijabarkan ke dalam bidang-bidang pengembangan dan kegiatan belajar yang lebih operasional.
3) Perencanaan
Perencanaan harus dibuat secara tertulis sehingga memudahkan guru untuk mengetahui langkah-langkah apa yang harus ditempuh. Tentukan tujuan pembelajaran, kegiatan belajar, waktu, pengorganisasian anak, sumber rujukan, alat-permainan yang diperlukan, dan penilaian yang akan dilakukan.
4) Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dilakukan dan dikembangkan kegiatan belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Pada saat proses berlangsung dilakukan pengamatan terhadap proses belajar yang dilakukan oleh anak.
5) Penilaian
Penilaian dilakukan pada saat pelaksanaan dan pada akhir kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk mengamati proses dan kemajuan yang dicapai anak melalui kegiatan pembelajaran terpadu.
E. Peranan Psikologi Pendidikan pada Anak Usia Dini
’Anak Usia Dini’’’ oleh Beeker dikelompokkan pada anak yang berusia antara 3-6 tahun, anak usia tersebut biasanya mengikuti program pendidikan dini atau kindergarten. Dalam bukunya, Soemiarti (2003), menyebutnya anak prasekolah, yang di Indonesia biasanya mengikuti program di Tempat Penitipan Anak, Pendidikan anak usia dini, dan Taman Kanak-kanak.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Dan Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkem-bangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No. 20 Th 2003 Ttg Sisdiknas).
.
Penyelenggaraan PAUD menjadi sangat penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada rentang usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut sebagai the golden age (usia emas). Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa perkembangan yang diperoleh pada usia dini sangat mempengaruhi perkembangan anak pada tahap berikutnya dan meningkatkan produktifitas kerja di masa dewasa (Suderadjat, 2005: 135). Perlu dipahami bahwa anak memiliki potensi untuk menjadi lebih baik di masa mendatang, namun potensi tersebut hanya dapat berkembang manakala diberi rangsangan, bimbingan, bantuan, dan/atau perlakuan yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
Proses Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Dini
- Masa Peka ; masa yg sensitif dalam penerimaan stimulasi dari lingkungan
- Masa egosentris ; sikap mau menang sendiri, selalu ingin dituruti sehingga perlu perhatian dan kesabaran dari orang dewasa / pendidik
- Masa berkelompok ; anak-anak lebih senang bermain bersama teman sebayanya, mencari teman yang dapat menerima satu sama lain.
- Meniru ; anak merupakan peniru ulung yang dilakukan terhadap lingkungan sekitarnya.
- Masa Eksplorasi (penjelajahan) ; masa menjelajahi pada anak
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
- Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
- Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
- Infant (0-1 tahun)
- Toddler (2-3 tahun)
- Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
- Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Satuan Pendidikan Penyelenggara
- Taman Kanak-kanak (TK)
- Raudatul Athfal (RA)
- Bustanul Athfal (BA)
- Kelompok Bermain (KB)
- Taman Penitipan Anak (TPA)
- Satuan PAUD Sejenis (SPS)
- Sekolah Dasar Kelas Awal (kelas 1,2,3)
- Bina Keluarga Balita
- Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
- Keluarga
- Lingkungan
Penyelenggaraan pendidikan usia dini harus diorientasikan pada pemenuhan kebutuhan anak, yaitu pendidikan yang berdasarkan pada minat, kebutuhan, dan kemampuan sang anak. Oleh karena itu, peran pendidik sangatlah penting. Pendidik harus mampu memfasilitasi aktivitas anak dengan material yang beragam. Pengertian pendidik dalam hal ini tidak hanya terbatas pada guru saja, tetapi juga orang tua dan lingkungan. Seorang anak membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Dengan kata lain, kurikulum yang diterapkan dalam PAUD tidak harus sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Kurikulum PAUD harus mengacu pada penggalian potensi kecerdasan yang dimiliki anak, sehingga peran guru hanya untuk mengembangkan, menyalurkan, dan mengarahkannya saja.
Dalam upaya pembinaan terhadap satuan-satuan PAUD tersebut, diperlukan adanya sebuah kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi anak usia dini yang berlaku secara nasional. Kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi adalah rambu-rambu yang dijadikan acuan dalam penyusunan kurikulum dan silabus (rencana pembelajaran) pada masing-masing tingkat satuan pendidikan
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah salah satu ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia di dunia pendidikan yang meliputi studi sistematis tentang proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Prilaku yang dimaksud di sini bisa terkait dengan prilaku pendidik ataupun prilaku peserta didiknya.
Saraf Perkembangan fisiologis berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada tubuh manusia, seperti menjadi lebih tinggi atau menjadi lebih besar. Perkembangan fisiologis sejalan dengan perkembangan otak dan susunan saraf pusat , perkembangan tubuh, perkembangan gross kotor (otot kasar) fine motor (otot halus) dan koordinasi gerakan motorik kasar dan motorik halus dan koordinasi gerakan visual motorik.
Menurut Byrnes, PAUD akan memberikan persiapan anak menghadapi masa-masa ke depannya, yang paling dekat adalah menghadapi masa sekolah. "Saat ini, beberapa taman kanak-kanak sudah meminta anak murid yang mau mendaftar di sana sudah bisa membaca dan berhitung. Di masa TK pun sudah mulai diajarkan kemampuan bersosialisasi dan problem solving. Karena kemampuan-kemampuan itu sudah bisa dibentuk sejak usia dini," jelas Byrnes.
Penyelenggaraan pendidikan usia dini harus diorientasikan pada pemenuhan kebutuhan anak, yaitu pendidikan yang berdasarkan pada minat, kebutuhan, dan kemampuan sang anak. Oleh karena itu, peran pendidik sangatlah penting. Pendidik harus mampu memfasilitasi aktivitas anak dengan material yang beragam. Pengertian pendidik dalam hal ini tidak hanya terbatas pada guru saja, tetapi juga orang tua dan lingkungan. Seorang anak membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Dengan kata lain, kurikulum yang diterapkan dalam PAUD tidak harus sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Kurikulum PAUD harus mengacu pada penggalian potensi kecerdasan yang dimiliki anak, sehingga peran guru hanya untuk mengembangkan, menyalurkan, dan mengarahkannya saja.
Anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku. Dengan demikian dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak sama pula dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini
Dalam upaya pembinaan terhadap satuan-satuan PAUD tersebut, diperlukan adanya sebuah kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi anak usia dini yang berlaku secara nasional. Kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi adalah rambu-rambu yang dijadikan acuan dalam penyusunan kurikulum dan silabus (rencana pembelajaran) pada masing-masing tingkat satuan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John W. Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Erlangga.2002
Piaget, Jean. Psikologi Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2010
Ngalim Purwanto. Psikologi Pendidikan.Remaja Rosda Karya. Bandung. 2010
Santrock, John W., (2008). Educational psychology. Ed.3rd. McGraw-Hill: New York.
Sudjana, Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif.Bandung: Falah Production, 2005.
Umar Tirtarahardja. Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta 2005
Wina Senjaya. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008
Muhibbin Syah. Pendidikan Psikologi dengan Pendekatan Baru. Rosda Karya. Bandung. 2008.
Martini, Jamaris. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, Jakarta : Yayasan Penamas Murni. 2010
Arya, P.K. Rahasia Mengasah Talenta Anak. Jogjakarta: Think. 2008
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, terj. Istiwidiyanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.1998
Demikianlah Artikel PSIKOLOGI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Sekianlah artikel PSIKOLOGI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel PSIKOLOGI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI dengan alamat link http://vitabumins.blogspot.com/2015/12/psikologi-pendidikan-anak-usia-dini.html