Judul : Tujuh Cara Membesarkan Anak di Masa Milennial dari Psikolog Elly Risman
link : Tujuh Cara Membesarkan Anak di Masa Milennial dari Psikolog Elly Risman
Tujuh Cara Membesarkan Anak di Masa Milennial dari Psikolog Elly Risman
Keluarga (Foto: Shutterstock)
Membesarkan anak di era digital butuh upaya ekstra dibanding puluhan tahun yang lalu. Perkembangan dunia digital tak hanya memberi kemudahan, malah kadang membuat jarak antara orangtua dan anak. Tidak terkadang berakhir dengan anak yang melawan atau masalah lainnya.
Psikolog dan Pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati Elly Risman berbagi tujuh metode membesarkan anak di era milennial yang bisa dipraktikkan supaya hubungan antara orangtua dan anak tetap terjaga.1. Tanggung Jawab Penuh
Ketika bicara mengenai pola asuh anak, peran ibu seringkali dianggap hal paling utama. Padahal jelas Elly, sosok ayah dalam mendidik anak tak kalah penting. Di zaman digital seperti sekarang ini, ayah dan ibu mesti memiliki pandangan yang sejalan, yakni sama-sama bertanggungjawab atas jiwa, badan, pikiran, keyakinan, kesejahteraan anak secara utuh. Masih banyak orangtua muda masa kini yang membiarkan anak-anaknya secara total di tangan orang ketiga, entah mertua atau pembantu. Akan tetapi jika hal ini terpaksa dilakukan, maka perlu dicek kembali bagaimana sejarah dari orang yang Anda rekrut buat menjaga buah hati anda.
2. Kedekatan
Perlu adanya kedekatan antara bapak dan anak, juga ibu ke anak. Kedekatan ini tidak hanya berarti melekat dari kulit ke kulit, melainkan jiwa ke jiwa. Artinya, Anda dan pasangan tidak dapat hanya sering memeluk sang anak tapi juga mesti dekat secara emosional. "Banyak anak yang tidak dapat hal itu dari dini hingga jiwanya kosong," tambah Elly.
3. Harus Jelas Tujuan Pengasuhan
"Dari riset yang kami lakukan untuk ibu 25-45 tahun, bekerja tidak bekerja, ekonomi menengah ke atas dan menengah ke bawah. Mereka tak punya tujuan pengasuhan. Mereka tidak tahu anak ini mau di bawa ke mana?"
Elly menyarankan supaya orangtua mulai merumuskan tujuan pengasuhan sejak anak dilahirkan. Perlu membuat kesepakatan bersama suami, hal penting apa aja yang diberikan kepada anak dan bagaimana cara pendekatannya.
4. Berbicara Baik-baik
Orangtua mesti belajar berdialog baik-baik dengan anak. Tidak boleh membohongi, kurang ingat mengulas keunikan anak, dan juga perlu membaca bahasa tubuh, serta mau mendengar perasaan anak.
"Menyalahkan, memerintah, mencap, membandingkan, komunikasi seperti ini akan menyebabkan anak merasa tidak bernilai, tak terbiasa memilih dan tidak dapat mengambil keputusan."
Ketika bicara mengenai pola asuh anak, peran ibu seringkali dianggap hal paling utama. Padahal jelas Elly, sosok ayah dalam mendidik anak tak kalah penting. Di zaman digital seperti sekarang ini, ayah dan ibu mesti memiliki pandangan yang sejalan, yakni sama-sama bertanggungjawab atas jiwa, badan, pikiran, keyakinan, kesejahteraan anak secara utuh. Masih banyak orangtua muda masa kini yang membiarkan anak-anaknya secara total di tangan orang ketiga, entah mertua atau pembantu. Akan tetapi jika hal ini terpaksa dilakukan, maka perlu dicek kembali bagaimana sejarah dari orang yang Anda rekrut buat menjaga buah hati anda.
"Sebuah tesis pernah mengkaji mengenai peran ayah. Anak-anak yang kurang sosok ayah, dan dia punya anak laki dia nakal, agresif, narkoba, seks bebas. Anak perempuan biasanya depresi, seks bebas. Jadi ayah harus selalu ada, pulang kerumah di era digital," ujar Elly di Plaza Selatan, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (26/5/2016).
2. Kedekatan
Perlu adanya kedekatan antara bapak dan anak, juga ibu ke anak. Kedekatan ini tidak hanya berarti melekat dari kulit ke kulit, melainkan jiwa ke jiwa. Artinya, Anda dan pasangan tidak dapat hanya sering memeluk sang anak tapi juga mesti dekat secara emosional. "Banyak anak yang tidak dapat hal itu dari dini hingga jiwanya kosong," tambah Elly.
3. Harus Jelas Tujuan Pengasuhan
"Dari riset yang kami lakukan untuk ibu 25-45 tahun, bekerja tidak bekerja, ekonomi menengah ke atas dan menengah ke bawah. Mereka tak punya tujuan pengasuhan. Mereka tidak tahu anak ini mau di bawa ke mana?"
Elly menyarankan supaya orangtua mulai merumuskan tujuan pengasuhan sejak anak dilahirkan. Perlu membuat kesepakatan bersama suami, hal penting apa aja yang diberikan kepada anak dan bagaimana cara pendekatannya.
4. Berbicara Baik-baik
Orangtua mesti belajar berdialog baik-baik dengan anak. Tidak boleh membohongi, kurang ingat mengulas keunikan anak, dan juga perlu membaca bahasa tubuh, serta mau mendengar perasaan anak.
"Menyalahkan, memerintah, mencap, membandingkan, komunikasi seperti ini akan menyebabkan anak merasa tidak bernilai, tak terbiasa memilih dan tidak dapat mengambil keputusan."
5. Mendidik Agama
Menjadi keharusan orangtua buat mendidik anak-anaknya terkait agama. Pendidikan tentang agama perlu diberikan sejak sedini mungkin. Dalam hal ini, mengajarkan agama tidak hanya terbatas ia dapat membaca Al-Qur'an misalnya, bisa berpuasa atau pergi ke gereja. Orangtua perlu menanamkan secara emosional agar anak menyukai kegiatan itu.
"Jangan kosong dan kemudian dimasukkan ke sekolah agama. Tak ada dasarnya bila begitu. Bisa serta suka itu berbeda. Bisa cuma sekadar melakukan, tapi bila suka, ada atau tidak ada orangtua dia akan tetap baik," tuturnya.
6. Persiapkan Anak Masuk Pubertas
Umumnya orangtua malu ngobrolin masalah seks dengan anak serta cenderung menghindarinya. Menurut Elly, pembicaraan justru perlu diawali sejak dini dengan bahasa yang mengikuti usianya.
"Jika telah keluar air mani, telah menstruasi, itu artinya mereka telah aktif secara seksual dan sudah telat buat menanamkan tentang pemahaman seks. Ya jadi suka-sukanya anak, dia bebas melakukan berbagai macam hal," tambah Elly.
7. Persiapkan Anak Masuk Era Digital
Bukan berarti Anda harus memberikannya gadget sejak kecil. Tetapi mendidik anak bila penggunaan hp ada waktunya serta memiliki batasan untuk itu. Akses internet pun perlu diawasi untuk mencegah anak melihat website yang tak diharapkan.
"Ajarkan mereka untuk menahan pandangan, menjaga kemaluan. Karena jika pikiranmu error, kemaluanmu tak dapat dikendalikan. Jika kita tak membicarakan, anak tidak tahu bagaimana akan berbuat." tuturnya.
Kedepankan komunikasi sebagai pengganti gadget. Sebagai contoh, ajak anak bicara tiap kali pulang sekolah. Hal-hal di sekolah semisal tugas menumpuk, kawan jahil atau guru menyebalkan sudah menjadi hal berat untuknya. Oleh karena itu, Elly menyarankan buat berkomunikasi tentang perasaannya. Misalnya tanya perasaannya di hari itu, apa yang membuatnya bahagia serta apa yang membuatnya murung. Dengan begitu, secara otomatis anak akan dengan mudah bercerita pada Anda tiap kali ia merasakan sesuatu.
"Ketika anak dibatasi dia pegang gadget, orangtua perlu beri alternatif lain. Tidak bisa kalau ibu atau ayahnya tak di rumah. Contohnya ikuti les berenang, main basket, futsal, gitar atau apa yang disenangi anak," jelas Elly.
Demikianlah Artikel Tujuh Cara Membesarkan Anak di Masa Milennial dari Psikolog Elly Risman
Sekianlah artikel Tujuh Cara Membesarkan Anak di Masa Milennial dari Psikolog Elly Risman kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Tujuh Cara Membesarkan Anak di Masa Milennial dari Psikolog Elly Risman dengan alamat link http://vitabumins.blogspot.com/2020/03/tujuh-cara-membesarkan-anak-di-masa_23.html