ANAK USIA DINI

ANAK USIA DINI - Hallo sahabat DUNIA TUMBUH KEMBANG ANAK, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul ANAK USIA DINI, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : ANAK USIA DINI
link : ANAK USIA DINI

Baca juga


ANAK USIA DINI



HAKIKAT ANAK USIA DINI
Anak adalah generasi penerus bangsa, sehingga kehadirannya begitu dinantikan oleh setiap manusia, baik itu dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun pemerintah. Masa kanak-kanak adalah masa emas yang tidak dapat terulang kembali, masa sensitif dan berkembangnya seluruh aspek perkembangan anak, yang nantinya akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Namun, kemampuan anak untuk tumbuh dan berkembang tidak dapat hadir begitu saja. Ada proses atau tahapan-tahapan yang harus dilaluinya, yang didalamnya diperlukan stimulus-stimulus dari lingkungannya untuk mendukung perkembangannya secara optimal. Untuk itulah orang tua, guru, masyarakat bahkan pemerintah harus mengetahui hakikat anak usia dini terlebih dahulu sebelum memberikan stimulus pada mereka, sehingga stimulus atau dukungan yang diberikan tidak hanya dapat mengoptimalkan perkembangan anak di setiap aspek perkembangan anak, namun juga dapat berdampak positif bagi diri dan lingkungan anak.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka makalah ini akan mencoba untuk membahas hakikat anak usia dini dengan sub bab pembahasan pengertian anak usia dini, anak usia dini menurut para ahli, karakteristik anak usia dini, dan aspek-aspek perkembangan anak usia dini.


A.     Pengertian
Di Indonesia pengertian anak usia dini ditujukan kepada anak yang berusia 0-6 tahun[1], seperti dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 ayat 14 yang menyatakan pendidikan anak usia dini adalah pendidikan yang diperuntukkan bagi anak sejak lahir sampai usia 6 tahun.[2]  Sedangkan Anak usia dini menurut NAEYC (National Association for The Education of Young Children), adalah anak yang berusia antara 0 sampai 8 tahun yang mendapatkan layanan pendidikan di taman penitipan anak, penitipan anak dalam keluarga (family child care home), pendidikan prasekolah baik negeri maupun swasta, taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD).[3]Hal ini dapat disebabkan pendekatan pada kelas awal sekolah dasar kelas I, II dan III hampir sama dengan usia TK 4-6 tahun.
Menurut basil penelitian Osbora, White dan Bloom perkembangan intelektual manusia pada usia empat tahun sudah mencapai 50%, usia 8 tahun 80%, dan pada usia 18 tahun bisa mencapai 100%.[4]  Berdasarkan penelitian tersebut maka masa usia dini adalah masa golden age yang harus dioptimalkan karena sebagian besar perkembangan otak anak didominasi pada masa tersebut yakni mencapai 80% sedangkan 20% selanjutnya akan berkembang setelah masa usia dini hingga umur 18 tahun.
Perkembangan pada usia dini berjalan sangat cepat, bahkan lebih cepat daripada usia setelahnya[5]hal ini dikarenakan pada masa ini sel-sel neuron dalam otak manusia akan berkembang sangat optimal jika mendapat stimulus-stimulus dari lingkungannya. Otak besar manusia  terdiri dari hemisfer kanan dan hemisfer kiri, kedua hemisfer memiliki peran yang berbeda dalam proses kognitif, Parera mencatat hemisfer kanan mengenali musik dan pola-pola visual yang kompleks, sedangkan hemisfer kiri mengendalikan kemampuan analitis, matematika, dan kemampuan berbahasa.[6]
Bayi ketika lahir otaknya memiliki bermilyar-milyar neuron yang masih berenang-renang di otaknya. Neuron-neuron tersebut akan terjadi sinapsis jika anak mendapatkan rangsangan-rangsangan dari luar yang ditangkap oleh panca inderanya. Melalui hal tersebut maka neuron-neuron tersebut semakin banyak terjadi sinapsis ketika anak dalam usia emas yakni 0-8 tahun yang disebut sebagai anak usia dini, yang perkembangaan otaknya mencapai 80%. Neuron-neuron yang terhubung tersebut ada kalanya dibuang dan ada yang dipertahankan. Yang terbuang adalah sinapsis-sinapsis yang jarang digunakan, sementara sinapsis-sinapsis yang unik, berulang-ulang dan menyenangkan akan bertahan di otak anak.
Periode golden age hanya terjadi seumur hidup dan tidak akan bisa diulang lagi, selain itu masa golden age  juga terbatas hanya sampai usia 6 tahun. Namun bukan berarti pada masa ini orangtua harus menjejali anak dengan dengan berbagai pengetahuan yang memberatkan anak. Pengetahuan anak akan berkembang sesuai dengan dengan tahapan perkembangannya dan secara berkesinambungan. Menjejali anak dengan cara memaksa hanya akan membuat proses tersebut menghambat motivasi anak untuk belajar saat di sekolah.[7]
Berdasarkan penyataan-pernyataan diatas maka dapat didefinisikan bahwa anak usia dini adalah anak usia 0-6 tahun atau anak usia 0-8 tahun menurut kajian NAEYC, yang dalam masa tersebut disebut sebagai masa golden age anak. Perkembangan anak pada masa ini sangat cepat yakni dapat mencapai 80% sehingga stimulasi yang optimal dari lingkungan akan membantu anak  mengembangkan sinapsis-sinapsis yang ada di dalam otak anak.

B.    Anak Usia Dini Menurut Para Ahli
Dalam sejarah perkembangan anak usia dini terdapat beberapa filsuf yang pemikirannya mendasari pendidikan anak usia dini hingga saat ini, secara ringkas filosofi para filsuf tersebut adalah sebagai berikut:
1.  John Locke (1632-1704)
John locke terkenal dengan teori  “Tabula Rasa”. Teori ini berpendapat bahwa anak lahir dalam keadaan seperti kertas putih sehingga lingkunganlah yang berpengaruh terhadap pembentukan dirinya. Lingkunganlah yang mengisi kertas kosong tersebut yang dinamakan pengalaman. Pengalaman-pengalaman anak akana berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak.[8]
2.  Jean Jacques Rousseau (1712-1778)
Jean Jaques Rousseau adalah salah satu filsuf yang mendasari teori maturisional yang beranggapan bahwa yang berpengaruh terhadap perkembangan anak adalah berasal dari anak sendiri atau berkembang secara alami. Pendidikan harus membiarkan anak tumbuh tanpa intervensi dengan cara tidak membandingkan anak antara satu dengan yang lainnya.
Dalam pemikirannya Rousseau beranggapan bahwa anak lahir dalam keadaan baik, lingkunganlah yang membuat anak menjadi jahat.
3.  Friedrich Froebel (1782-1852)
Menurut Froebel, sejak lahir dan menjalani masa kanak-kanak, seseorang harus menjalani hidup sesuai perkembangannya. Secara kodrati, seorang anak membawa sifat baik, sifat buruk anak muncul karena pendidikan yang salah.
Froebel juga mengajurkan agar indera anak dilatih dengan pengamatan, eksplorasi atau peragaan terhadap makhluk hidup, melalui hal tersebut anak akan belajar, berpikira kemudian melakukan atau yang biasa disebut learning by doing. Tahun 1831 Froebel mendirikan Kindergarten. Konsep kindergarten Froebel sanagt terkenal dan menjadi rujukan diberbagai Negara[9], bahkan di Indonesia konsep Froebel terkenal pada masa sebelum kemerdekaan.
4.  Maria Montessori (1870-1952)
Maria Montessori adalah seorang dokter bidang penyakit anak yang meyakini bahwa pendidikan dimulai sejak lahir. Bayi yang masih  kecil perlu dikenalkan dengan orang-orang dan suara-suara, diajak bermain dan bercakap-cakap agar anak-anak dapat berkembang menjadi anak yang normal dan bahagia.
Dasar pendidikan Montessori yaitu penghargaan terhadap anak, absorbent mind (pemikiran yang cepat menyerap), sensitive periods (masa peka), penataan lingkungan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak, pendidikan diri sendiri (pedosentris), masa peka, dan kebebasan”.[10]
5.  Ki Hadjar Dewantara (1922-)
Ki Hadjar Dewantara adalah tokoh pendidikan Indonesia, dan karaena kegigihannya ia dinobatkan sebagai bapak pendidikan Indonesia. Dewantara mendirikan Taman Indria untuk anak usia dini. Pandangan Dewantara tentang pendidikan adalah ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangunkarso, tut wuri handayani.  
Pendidikan di Taman Indria menggunakan gabungan dari pendekatan Montessori dan Froebel, meskipun tidak sepenuhnya karena Dewantara memasukkan pendidikan berdasarkan kepada budaya luhur bangsa Indonesia terutama dalam pendidikan watak, kesusilaan dan agama.[11]Berikut prinsip-prinsip dasar pendidikan Ki Hajar Dewantara menurut Masnipal:
a.    Taman siswa menggunakan dasar pendidikan Froebel dan Montessori
b.    Ki Hajar Dewantara sangat setuju terhadap konsep Montessori yakni anak belajar dengan bebas
c.    Permainan bagi anak-anak adalah sangat penting, karena itu sesuai dengan dunia kanak-kanak yakni baki dipandang dari secara psikologis, biologis maupun pedagogis.
d.     Permainan anak dan latihan panca indera merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
e.    Belajar dengan menggunakan pikiran belum tepat diberikan kepada anak usia dini, tetapi yang tepat adalah pendidikan melaluipanca indera
f.      Menggunakan permainan tradisional kepada anak sesuai dengan budaya bangsa, termasuk nyanyian, cerita dan sandiwara yang berkembang di daerah itu.
g.    Malarang pembelajaran yang bersifat intelektualismeseperti: membaca dan berhitung
h.    System pendidikan “among” melarang perintah atau paksaan, tetapi menganjurkan kemerdekaan, toleransi, kerelaan dan demokrasi.
i.      Anak perlu didekatkan dengan kebudayaan asli bangsa Indonesia, seperti wayang, batik, dan kesenian daerah.
6.  Howard Gardner (1943-)
Gardner adalah tokoh yang terkenal dengan pemikirannya tentang kecerdasan jamak, dalam pemikiran Gardner setiap anak adalah cerdas, tugas guru adalah mengarahkannya agar anak menjadi cerdas. Dimensi kecerdasan menurut Gardner antara lain: kecerdasan bahasa, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan music, kecerdasan gerak tubuh, kecerdasan visual-spasial, intrapersonal, interpersonal, naturalis dan spiritual.[12]
C.    Karakteristik Anak Usia Dini
Pada masa usia dini karakteristik anak sangat berbeda dibandingkan dengan karakteristik tahapan selanjutnya, beberapa karakteristik anak usia dini menurut Hartati[13], adalah sebagi berikut:
1.      Memilki rasa ingin tahu yang besar
Anak usia dini sangat tertarik dengan dunia yang ada di sekitarnya. Pada masa bayi anak mencoba meraih benda-benda yang ada disekitarnya kemudian pada usia hampr 1 tahun anak suka mengambil kemudian membuang mainan yang dimainkannya, pada usia 3-4 tahun anak sudah mulai bisa membuat kalimat dengan 4-5 kata, pada masa ini anak-anak suka membongkar pasang mainan yang ada disekitarnya.
Pada usia 5-7 tahun kemampuan anak untuk membuat kalimat sudah mulai menyerupai orang dewasa. Pada masa ini anak juga memiliki keingintahuan yang besar terhadap lingkungannya, sehingga anak kerap bertanya pada orang dewasa baik itu guru maupun orangtua tentang hal-hal yang dianggap menaruik oleh anak, dan sebaiknya orang tua menanggapi pertanyaan anak dengan baik pula bahkan bisa juga orangtua balik bertanya pada anak, hal ini untuk merangsang daya pikir dan penalaran anak.
2.      Merupakan pribadi yang unik
Secara umum pola perkembangan anak usia dini adalah sama, namun perlu disadari bahwa tiap-tiap anak memiliki keunikannya sendiri-sendiri. Bahkan meskipun anak tersebut kembar. keunikan ini dapat berasal dari faktor genetis maupun berasal dari faktor lingkungan anak. Guru sebagai pendidik harus benar-benar memahami hal ini sehingga guru dapat memahami kebutuhan tiap-tiap anak dalam pembelajarannya.
3.      Suka berfantasi dan berimajinasi
Anak usia dini sangat suka berimajinasi dan berfantasi dengan pikirannya, kemudian anak dapat menceritakannya dengan begitu antusias seolah-olah dia mengalaminya sendiri, padahal bisa saja hal tersebut  hanya hasil dari imajinasi anak. Kadang anak usia dini juga belum bisa membedakan dengan jelas antara kenyataan dan fantasi, sehingga seringkali orang dewasa menganggap anak berbohong.
Fantasi dan imajinasi pada anak sangat penting bagi pengembangan kreativitas dan bahasanya. Untuk itu anak perlu untuk mendapatkan bimbingan agar dapat membedakan antara kenyataan dan fantasi, maupun fantasi dan imajinasi anak. Fantasi menurut Lubis adalah kemampuan membentuk tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan yang sudah ada. Sedangkan imajinasi adalah kemampuan anak untuk menciptakan suatu objek atau kejadian tanpa didukung data yang nyata, contohnya: adalah teman imajiner bagi anak.
4.      Masa paling potensial untuk belajar
Pada usia 0-8 tahun perkembangan otak anak dapat mencapai 80%, sehingga jika anak diberikan stimulus-stimulus yang dapat merangsang otak anak maka neuron-neuron yang ada dalam otak anak akan berkembang atau bercabang-cabang sehingga akan akan menjadi lebih cerdas. Namun pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak akan menetap jika digunakan secara terus-menerus namun akan menyusut jika tidak digunakan.
Pada masa inilah disebut masa golden age yang merupakan masa paling potensial untuk anak dalam belajar guna mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
5.      Menunjukkan sikap egosentris
Egosentris artinya berpusat pada aku, artinya anak usia dini pada umumnya hanya memahami sesuatu dari sudut pandangnya sendiri, bukan sudut pandang orang lain. Egosentrisme pada anak dapat merugikan bagi penyesuaian diri dan sosialnya jika terjadi berkelanjutan. Seorang ahli anak, Jean Piaget memasukkan karakter tersebut pada tahapan kognitif preoperational pada usia 2-7 tahun.
6.      Memiliki rentang  daya konsentrasi yang pendek
Anak usia dini memiliki rentang daya konsentrasi pendek adalah dimaksudkan anak mudah teralihkan perhatiannya terhadapa hal lain yang lebih menarik, atau anak mudah bosan terhadap suatu hal yang dikerjakannya jika merasa sudah tidak menarik lagi. Jangka waktu anak usia dini untuk berkonsentrasi adalah sekitar 10 menit untuk anak dibawah 5 tahun menurut Hurlock.
7.      Sebagai bagian dari makhluk sosial  
Anak usia dini mulai bisa berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya, pada masa ini anak akan belajar memahami kepentingan orang lain, belajar mengalah, berbagi dan mengantri, dalam hal ini anak juga belajar berperilaku sesuai harapan sosialnya karena ia membutuhkan orang lain dalam kehidupannya.
Selain karakteristik anak usia dini yang telah dijabarkan ada titik kritis yang perlu dijabarkan. Titik kritis tersebut adalah sebagai berikut:[14]
1.         Membutuhkan rasa aman, istirahat, dan makanan yang baik
Anak usia dini membutuhkan keseimbangan berbagai zat makan, latihan, dan istirahat yang cukup. Anak secara berkala perlu diperiksa kesehatan untuk memastikan tumbuh kembangnya.
2.         Datang ke dunia yang diprogram untuk meniru
Anak usia dini secara konstan mencontoh apa yang dilihat dan didengarnya.semua kata, perilaku, sikap, keadaan, perasaan, dan kebiasaan orang dewasa disekitarnya akan diamati, dicatat dalam pikiran dan kemudian akan ditirunya. Imitasi atau peniruan ini merupakan salah satu contoh belajar anak usia dini. Oleh karena itu, pemberian teladan atau contoh merupakan salah satu cara belajar anak usia dini.
3.         Membutuhkan latihan dan rutinitas
Melakukan sesuatu secara berulang merupakan kesenangan tersendiri bagi anak usia dini. Mereka cenderung tidak pernah bosan melakukan secara berulang apa yang membuat mereka tertarik dan senang. Pengulangan ini merupakan latihan bagi anak untuk memiliki keterampilan.
4.         Memiliki kebutuhan untuk banyak bertanya dan memperoleh jawaban. Bertanya merupakan cara yang umum dilakukan anak usia dini dalam prosesnya. Ketika anak mengajukan pertanyaan dan diacuhkan, dikritik, atau dijawab asal-asalan maka anak akan merasa bersalah dengan pertanyaan yang telah diungkapkan.
5.         Cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa
Meskipun anak kadang dapat mengerti dan melakukan perintah dari orang dewasa, namun anak usia dini belum mampu berpikir, seperti orang dewasa. Kemampuan berpikir logis pada anak berkembang lebih lambat dari pada kemampuannya dalam menguasai kata-kata.
6.         Membutuhkan pengalaman langsung
Orang dewasa memiliki kemampuan mental untuk menghadapi situasi baru untuk beradaptasi sedangkan anak usia dini belum memiliki kemampuan mental seperti itu, pemerolehannya berdasarkan pengalaman secara langsug.
7.         Trial and eror menjadi hal pokok dalam belajar
Anak usia dini gemar mencoba hal baru, setiap kali gagal ia tidak pernah bosan untuk mencoba lagi. Oleh karena itu perlu untuk memberikan anak kesempatan dan motivasi.
8.         Bermain merupakan dunia masa anak-anak
Bermain bagi anak merupakan proses mempersiapkan diri untuk masuk kedalam dunia orang dewasa, cara bagi anak untuk memperoleh pengetahuan, menumbuhkan hasrat bereksplorasi, melatih pertumbuhan fisik, juga menggunakan kata-kata.
D.    Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Dini
1.      Perkembangan Kognitif
Jean Piaget adalah seorang Psikolog Swiss yang terkenal, Piaget menyebutkan bahwa proses kognitif yang penting dalam otak anak adalah skema, asimilasi dan akomodasi, organisasi, serta ekuilibrasi.
Skema dalam teori Piaget adalah tindakan atau representasi mental yang mengatur pengetahuan. asimilasi adalah masuknya informasi baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada (skema). Akomodasi adalah penyesuaian skema agar sesuai denganinformasi dan pengetahuan baru. Organisasi adalah pengelompokan perilaku yang terisolasi ke dalam sebuah sistem kognitif dengan susunan yang lebih tinggi yang erfungsi secara lebih lancer, pengelompokan atau penyusunan hal-hal ke dalam kategori-kategori. Ekuilibrasi mekanisme yang diajukan Piaget untuk menjelaskan bagaimana anak-anak beralih dari satu tingkat pemikiran ke tingkat yang berikutnya.[15]
Piaget mengajukan empat tahapan perkembangan anak sebagai berikut:[16]
a.    Tahap sensorimotor (0-2 tahun)
Dalam tahap ini bayi  membangun pemahaman tentang dunia dengan mengoordinasikan pengalaman sensori dengan tindakan motorik mereka, itulah mengapa disebut tahap sensorimotor. Piaget berpendapat bahwa benda-benda yang bersifat permanen adalah pencapaian yang penting dalam masa bayi. Pencapaian kedua adalah kesadaran bertahap bahwa ada perbedaan atau batas antara diri sendiri dan lingkungan sekitar. Menurut Piaget, seperti inilah kehidupan mental bayi. Pada akhir periode sensorimotor, anak dapat membedakan antara diri sendiri dan dunia, serta sadar bahwa benda akan terus ada. 
b.     Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
Tahap ini lebih simbolik daripada tahapan sensorimotor, pada tahap ini ditandai dengan anak bersifat egosentris dan intuitif daripada logis.
c.    Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)
Pada tahapan ini anak sudah dapat berpikir melibatkan penggunaan konsep operasi. Pemikiran logis menggantikan pemikiran intuitif, tetapi hanya dalam siruasi yang konkrit. Terdapat ketrampilan mengklasifikasikan , tetapi persoalan yang abstrak tetap tidak terselesaikan. 
d.    Tahap Operasional Formal (11-15 tahun hingga masa dewasa)
Pada tahapan ini individu-individu mulai mengambil keputusan berdasarkan pengalaman nyata dan berpikir lebih abstrak, idealis dan logis.

2.      Perkembangan Bahasa
Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa Anak- Universal menurut Afifuddin[17], adalah sebagai
a.     Praujaran (Pre-speech)
Bayi memberi tanggapan terhadap bahasa (ujaran) lebih cermat dibandingkan dengan bunyi-bunyi lain. Bunyi bahasa (ujaran) memperlihatkan aktivitas listrik yang lebih nyata pada belahan otak kiri bayi yang berusia dua bulan dibandingkan dengan hunyi-bunyi lain. Eksperimen dengan menggunakan mikrofon dan dot bayi memperlihatkan bahwa bayi menyedot lebih cepat/aktif bila diperdengarkan suara manusia dibandingkan dengan bunyi-bunyi lain.
b.    Tahap Meraba/Berceloteh (babbling stage)
Tahap ini dimulai ketika bayi berusia beberapa bulan.  Dunia celoteh bayi dimulai kira-kira usia empat sampai enam bulan. Ditandai oleh bunyi-bunyi yang tidak dapat membedakan secara tepat adanya perbedaan bunyi-bunyi bahasa, banyak diantara bunyi ujaran tersebut bukan merupakan ujaran
c.    Tahap Satu Kata
Bayi mampu menuturkan kata-kata pertama pada usia sembilan bulan, misalnya “mama”, “dada” (kata-kata ini mirip dengan babbling ). Tahap ini ditandai oleh mulai dihasilkannya tanda-tanda bahasa sesungguhnya. Kata-kata yang dibuat seringkali disederhanakan, misalnya “du” untuk duck.
d.    Menggabungkan Kata
Usia 18 bulan sampai 2 tahun. Menjelang usia 2,5 tahun, kebanyakan anak-anak berbicara dengan menggunakan kalimat yang mengandung banyak kata, meskipun tata bahasanya sangat tidak sempurna. Tahap ini berkembang dengan cepat ke dalam tahap kelima (tahap akhir) pemerolehan bahasa. Menjelang usia 6 tahun, tata bahasa yang diperlihatkan anak-anak mendekatai tata bahasa yang digunakan orang dewasa.
3.      Perkembangan Psikoseksual
Tahap-tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.[18]adalah sebagai berikut:
a.      Fase Oral
Pada tahap oral, sumber utama kesenangan bayi adalah berada didaerah mulut, sehingga kegiatan mengisap adalah sangat penting. Mulut bayi digunakan untuk makan, mencicipi, dan mengisap hal-hal inilah yang menyenangkan bagi bayi sehingga masa ini disebut masa oral. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada atau orang tua (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
Permasalahan pada tahap ini adalah proses penyapihan pada bayi, yakni agar membuat bayi tidak lagi sepenuhnya bergantung pada orangtua. Kegagalan pada proses ini dapat menyebabkan anak melakukan hal-hal yang tidak baik berkaitan dengan fase oral yang tidak berjalan baik seperti merokok dan menggigit kuku.
2.     Fase Anal
Tahapaan Fase Anal anak ditandai dengan toilet trainingartinya anak dibiasakan untuk mengendalikan kandung kemih dan buang air besar. Permasalahan pada tahap ini adalah bagaiman cara guru maupun orangtua mengajarkan toilet training yang baik dan sebisa mungkin melalui kegiatan tersebut anak dapat mandiri. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif.
Kegagalan atau tidak baiknya prses pada tahap ini adalah jika kontrol atau pelatihan yang diberikan orangtua terlalu longgar, individu dapat menjadi pribadi yang boros atau merusak kepribadian berantakan. Dan sebaliknya jika kontrol atau pelatihan orangtua terlalu mengekang anak maka anak akan menjadi pribadi yang  ketat, tertib, kaku dan obsesif.
3.     Fase Phalic
Pada tahap ini, fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Pada tahap anak mulai mnegembangkan rasa cemburu kepada ayah kandung, dengan keinginan untuk mendapatkan kasih sayang Ibu. Namun, di sisi yang lain anak juga memiliki rasa takut untuk dihukum oleh ayahnya. Rasa takut ini oleh Freud disebut sebagai penegebirian kecemasan. Pada fase ini anak mulai dapat membedakan antar jenis kelamin laki-laki dan perempuan. takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
4.     Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri. Freud menjelaskan bahwa masa latens adalah masa yang relatif stabil.
5.     Fase Genital
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
4.      Perkembangan Fisik/motorik
Masnipal[19]menjelaskan tantang tahapan fisik/motik anak sebagai berikut: pada usia 4 bulan anak sudah dapat melakukana kegiatan menelungkup, pada usia 5 bulan anak sudah dapat menegakkan kepala, anak umur 7 bulan sudah mulai dapat merangkak, pada usia 8 bulan anak anak belajar duduk lalu berdiri. Dan pada usia 11/12 bulan anak sudah mulai bisa berjalan.
5.      Perkembangan Sosial-Emosional
 Berkaitan dengan aspek sosial-emosional, Erikson (dalam Mashar, 2011; Papalia,Olds,dan Feldman, 2002; Santrock, 1995; Morrison, 1988)[20], membagi masa anak usia dini dalam tiga periode perkembangan, yaitu:
a.      Masa bayi (usia 0-18 bulan)
tahap terbentuknya kepercayaan dasar versus ketidakpercayaan (basic trust vs. mistrust), dengan karakteristik berupa adanya kebutuhan dasar bayi yang harus dipenuhi oleh pengasuh yang tanggap dan peka agar terbentuk rasa kepercayaan yang akan menimbulkan rasa aman.
b.      Masa toddlers (usia 18 bulan - 3 tahun),
Tahap terbentuknya otonomi versus rasa masa malu dan ragu-ragu (autonomy vs. shame and doubt) dengan karakteristik berupa adanya kemauan yang bersal dari diri anak sendiri, sehingga bayimulai mengembangakan rasa otonomi atau kemandirian. Namun jika bayi terlalu dibatasi atau dihukum terlalu keras, bayi cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu.
c.      Masa awal kanak-kanak (tahun-tahun prasekolah; usia 3-6 tahun)
Tahap terbentuknya inisiatif versus rasa bersalah (initiative vs.guilt) dengan karakteristik anak yang mulai mengembangkan berbagai aktivitas dan perilaku yang lebih bertujuan. Lingkungan yang memberi kesempatan bereksplorasi dan akan mengembangkan kemampuan anak untuk menenrima tanggung jawab aktif, dan memiliki keterlibatan lingkungan. Namun perasaan bersalah yang tidak menyenangkan muncul jika anak tidak mampu melakukan aktivitas-aktivitas baru.




[1]Masnipal, Siap Menjadi Guru dan Pengelola PAUD Profesional (Jakarta: Elex Media Komputindo,
  2013), h. 78.
[2]Siti Aisyah et.al., Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan  Anak Usia Dini(Jakarta:
  UniversitasTerbuka, 2011), h. 1.3.  
[3]Ibid., h. 1.3.

[4]Soegeng Santoso, Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Pendirinya 1 (Jakarta, 2011), h. 7.
[5]Masnipal, op. cit., h. 79.
[6]Arifuddin, Neuropsikolinguistik (Jakarta: rajawali Press, 2010), h. 56.
[7]Masnipal, op. cit., h. 81.
[8]Anita Yus, Model Pendidikan Anak Usia dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 2.
[9]Masnipal, op. cit., h. 37.
[10]Anita Yus, op. cit., h. 8.
[11]Masnipal, op. cit. hh. 47-49
[12]Ibid., h. 10.
[13]Siti Aisyah, op. cit., h. 1.4.
[14]Ibid., h. 1.9.
[15]John W. Santrock, Psikologi Pendidikan – Educational Psycology  terjemahan Diana Angelica (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), hh. 48-49.
[16]Ibid., hh. 50-59.
[17]Afifuddin, op. cit,. hh. 153-156.
[18]  Haryanto, Tahap Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud,
    http://melatikalimantan.blogspot.com/2011/07/perkembangan-psikoseksual-menurut-   
    freud.html (diakses 2 desember 2013).

[19]Masnipal, op. cit., h. 79.
[20]Riana Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya (Jakarta: Kencana Prenada
    Media Group, 2011)


Demikianlah Artikel ANAK USIA DINI

Sekianlah artikel ANAK USIA DINI kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel ANAK USIA DINI dengan alamat link https://vitabumins.blogspot.com/2018/10/anak-usia-dini.html